Hari kedua di Osaka, saya main puas banget di Universal Studio Jepang. Nggak rela sih, meninggalkan tempat seru itu, apalagi Hogsmead, desa tempat Harry Potter dan teman-teman hangout seakan manggil-manggil terus biar saya stay di sana. Tapi, hari sudah malam. Sudah saatnya saya pulang.
Dengan perut lapar dan badan super capek, kami naik kereta menuju apartemen. "Mau makan di mana?" tanya suami. "Yang kuah-kuah enak nih kayaknya," jawabku.
Kami pun mengeluarkan list makanan yang harus dicoba di Osaka. Ramen Honolu langsung mencuri perhatian kami. "Makan ramen enak nih," kataku. Suami ngangguk dan kami pun memutuskan untuk makan di Ramen Halal Honolu.
Kami turun di stasiun Namba, berjalan lewat jalanan sepi sekitar 10 menit, kami sudah sampai di Ramen Honolu. Sempet deg-degan, takut restorannya sudah keburu tutup atau last order. Pasalnya saat itu jam sudah menunjukkan jam 8.30 malam.
Ramen Honolu terletak di jalanan yang lumayan sepi. Sebuah lampion besar warna merah serta banner putih bertuliskan Muslim Welcome terletak depan restonya. Saya pun segera menggeser pintu resto. "Is it still open?" tanya saya. Kedua orang pekerja itu mengangguk.
Saya dan suami duduk. Lalu kami menunggu menu disodorkan oleh pekerja resto. Tapi, menu tidak datang juga. Saya dan suami pun kasak kusuk ngomong tentang bagaimana nih cara pesannya.
"Pencet menunya di mesin sebelah sana, mbak." Tiba-tiba si pekerja bicara bahasa Indonesia. Saya kaget. Lah orang Indonesia. Padahal tampang mereka berdua mirip banget sama orang Jepang.
Akhirnya, kami mencet-mencet menu di sebuah mesin. Konsepnya mirip vending machine, kita masukin uang, pencet makanan yang dimau, lalu keluar deh voucher. Nah, voucher itulah yang kami serahkan pada dua mas-mas yang ternyata orang Jakarta dan Bandung itu.
Malam itu saya pesan spicy ramen dan suami pesan spicy fried chicken ramen. Sama aja sih, bedanya punya suami pake irisan ayam goreng. Rasanya? Enaaaak bangeeet. Bener-bener seperti ramen Jepang yang saya bayangkan. Hahaha. Semangkuk besar ramen, dengan kuah pedas, irisan ayam, daun bawang serta lembaran nori langsung menghilang dalam perut. Saya dan suami sengaja, makan ramennya panas-panas, lalu menyeruputnya sampai bersuara. Hahaha, ngikutin karakter di drama juga anime Jepang yang sering kami lihat saat mereka makan ramen.
Kata mas-masnya, Ramen Honolu yang di Osaka ini pusatnya di Tokyo. Dan yang di Osaka ini yang pusatnya ramen Halal. Kalau yang di Tokyo mah haram. Tapi mereka baru buka cabang ramen halal juga di Tokyo. Mereka buka Ramen Halal karena memang hanya pakai kaldu ayam dan sayuran untuk kuahnya. Selain turis muslim, orang Jepang sendiri suka makan di Ramen Halal Honolu ini. Soalnya kuah ayam dan sayur itu lebih segar menurut orang-orang Jepang itu.
Saya sendiri suka banget makan di Ramen Honolu. Suasana resto yang kecil dan sempit, bikin pengunjung bisa berinteraksi dengan si pekerja yang merangkap koki itu, juga pengunjung lainnya. Ornamen-ornamen Jepang di resto itu pun bikin saya betah. Oh iya, di resto ini tersedia juga tempat solat. Lengkap dengan sarung serta mukena.
Akhirnya, dengan perut kenyang dan hati senang, saya pun meninggalkan Ramen Honolu dan berjalan kaki menuju apartemen, sambil berharap untuk datang kembali karena rasa ramennya yang belum-belum sudah bikin kangen.
Oh iya, pesanan saya berharga 900yen, sementara punya suami 1100yen. Nggak terlalu mahal untuk ukuran makanan di Jepang.