Minggu, 29 Oktober 2017

Kelakuan Kids Zaman Old di Belantara Kids Zaman Now


                                  Coba tebak, mana kids zaman old dan mana kids zaman now?


Setelah dua tahun menjalani kehidupan sebagai freelancer, akhirnya pada September 2017 lalu, saya pun mengikatkan diri kembali pada sebuah kantor. Tapi bukan mau cerita tentang kantornya sih, saya lebih mau cerita, bahwa dengan berkantor kembali, berarti kids zaman old ini “bergaul” dengan kids zaman now.

Oke...cerita dimulai ketika kaki saya tiba-tiba sakit. Nggak ada alasan kenapa kaki saya harus sakit. Saya pegang juga tidak ada bengkak juga memar. Saya curhat sama genk di grup WhatsApp. Jawaban mereka menenangkan saya. “Pernah saya juga sakit kayak gitu. Kaki tiba-tiba sakit, nggak bisa dipakai jalan.” “Saya juga gitu. Ini lagi sakit malah.” Dan komentar-komentar lainnya yang menenangkan saya. Alhamdulillah...i’m not alone.

Maka, saya pun ke dokter. Ternyata, disuruh tes asam urat sama dokternya. “Ya Allah, penyakitnya tua banget yaa,” ucap saya dalam hati. Setelah di tes, asam urat saya baik-baik saja. Tapi, kaki saya kena radang otot. Rrr...

Besoknya saya pun ngantor. Ada yang tanya kenapa saya nggak masuk, dan kenapa saya jalan terpincang-pincang. Saya jelaskanlah derita saya plus cerita tentang kecurigaan saya terkena asam urat. Ternyata, muka yang bertanya bingung, dan dengan pelan bertanya, “asam urat itu apa?”
Huft

Cerita lain lagi. Saya ketemu teman seangkatan waktu kerja di Femina Group dalam perjalanan ke kantor. Ketemu teman di perjalanan adalah hal yang menyenangkan, karena saya jadi bisa temu kangen sambil ngobrol. Sambil ngobrol, saya meraih counterpain dari tas saya. “Maaf yaa, ini leher nggak bisa noleh, jadi harus oleh-oles counterpain di leher,” bilang saya. Teman saya mengangguk, sambil meraih ke tasnya dan mengeluarkan Vicks yang langsung dia oleskan ke pelipisnya. Hahaha...ternyata kami saja.

Kids zaman old udah nggak ngarep deh, pakai parfun wangi-wangi. Karena sebenarnya, akan selalu menguar wangi oles-olesan segala minyak atau apapun itu dari tubuh kami.

Lalu ada cerita lain lagi, saat saya terlibat dalam sebuah event. Banyak sekali anak kuliahan yang terlibat dalam event tersebut. Anaknya asyik-asyik banget. Bertanggung jawab dan berjiwa muda (ya iyalah emang mereka masih muda). Kami sedang nongkrong sambil nunggu abang nasi goreng memasak masakan kami. Banyak sekali nyamuk di sekitar tempat kami menunggu. Refleks, saya pun menyanyikan lagu Nyamuk dari Pesta Rap. Ada yang menoleh sambil komentar. “Mbak, lo ngarang lagu yaa.” Saya langsung jawab, bahwa itu adalah sebuah lagu, dari sebuah kelompok rap yang lumayan ngetop ditahun 1990an. Mereka pada tertawa ngakak. “Lucu banget sih, nyamuk kok dijadiin lagu,” komentar salah satunya. Huft (2)

Becandaan yang udah nggak nyambung terjadi lagi ketika ada teman-teman kantor yang duduk berjajar rapi, seperti sedang mau ikut cerdas cermat. Lalu, saya dengan sok lucu berkomentar, “kalian duduk rapi banget. Mau ikut KELOMPENCAPIR yaa.” Bukan tawa, tapi tatapan aneh juga bingung pun menghampiri saya. Huft (3)

Banyak banget sih, generation gap yang saya alami selama berada di belantara kids zaman now. Mulai dari becandaan yang udah nggak nyambung, sampai kondisi badan yang sama sekali udah nggak sama dengan kids zaman now. Tapi, seperti kata sebuah pantun, bila ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi. Bila ada umurku panjang, boleh kita bertemu lagi.

Pantun banget, nggak nyambung lagi. Yah, namanya juga kids zaman old.



Rabu, 05 April 2017

Ketika Program Bayi Tabung Gagal


Selama mengikuti berbagai program kehamilan, saya merasa kalau bayi tabung adalah yang paling tinggi kastanya, kemungkinannya paling mungkin berhasil, dan kalau menjalani program bayi tabung, udah pasti hamil nih. 
Ternyata...tidak tuh. Program bayi tabung, yang saya jalani Maret 2017 ternyata gagal. Saat dokter memberitahu bahwa hasil test HCG saya rendah, dengan kata lain, program saya gagal. Saya blank. Dokter masih berbicara tentang kemungkinan kegagalan. Dan apa yang harus saya dan suami lakukan bila kami ingin mengikuti program bayi tabung lagi. Dokter bilang tentang jangan patah semangat dan sebagainya.
Tapi, seperti yang saya bilang, saya blank. Pikiran saya kosong. Yang saya inginkan saat itu hanya keluar dari ruang praktek dokter dan pergi entah kemana. Tak sengaja, tatapan saya dan suami bertemu, air mata yang sudah saya tahan, hampir tumpah. Saya tidak mau menangis. 
Sebelum mengikuti program bayi tabung, saya sudah memikirkan kemungkinan terburuk, yaitu: programnya gagal. Apa yang harus saya lakukan. Dan, hal pertama yang saya pikirkan saat itu, saya tidak mau menangis. 
Keluar dari ruang praktek dokter, suami menggenggam erat tangan saya. Lift yang tidak kunjung berhenti membuat kami turun naik tangga. Di tangga, suami memeluk saya erat. Saya balas memeluknya. Tidak terasa air mata mengaliri pipi saya. 
Saya mengucap istigfar banyak-banyak. Dan memikirkan bahwa semua ini karena Allah. Apa yang kita dapatkan adalah yang terbaik menurut Allah. Semua atas kehendak-Nya. Manusia hanya bisa berusaha, dan Allah yang memutuskan, apakah Dia akan memberikannya sekarang, atau menundanya. 
Setelah meyakini hal itu berulang-ulang, saya pun membaca ayat terakhir Surat Al-Baqarah. Isinya adalah tentang Allah yang memberikan pahala bagi orang-orang yang telah berusaha. Di parkiran mobil rumah sakit, saya terus-terusan membaca ayat tersebut. Sementara suami terus menerus menggenggam tangan saya. 
Akhirnya, saya pun pasrah. Saya dan suami pasrah. Karena, apalagi yang harus saya lakukan selain itu. Suami kemudian mengulang perkataan dokter tentang kami yang harus hidup lebih sehat, rajin olahraga, dan tidak patah semangat untuk selalu berusaha. 
Saya mengangguk, dan bertekad dalam hati, untuk tidak patah semangat dalam hal apapun. Bila sekarang, kami masih gagal, kami bersyukur, karena kami tetap memiliki satu sama lain. Dan keyakinan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. 

Jumat, 03 Februari 2017

Ramen Halal di Osaka ini Enak Banget






Hari kedua di Osaka, saya main puas banget di Universal Studio Jepang. Nggak rela sih, meninggalkan tempat seru itu, apalagi Hogsmead, desa tempat Harry Potter  dan teman-teman hangout  seakan manggil-manggil terus biar saya stay di sana. Tapi, hari sudah malam. Sudah saatnya saya pulang.

Dengan perut lapar dan badan super capek, kami naik kereta menuju apartemen. "Mau makan di mana?" tanya suami. "Yang kuah-kuah enak nih kayaknya," jawabku. 

Kami pun mengeluarkan list makanan yang harus dicoba di Osaka. Ramen Honolu langsung mencuri perhatian kami. "Makan ramen enak nih," kataku. Suami ngangguk dan kami pun memutuskan untuk makan di Ramen Halal Honolu. 

Kami turun di stasiun Namba, berjalan lewat jalanan sepi sekitar 10 menit, kami sudah sampai di Ramen Honolu. Sempet deg-degan, takut restorannya sudah keburu tutup atau last order. Pasalnya saat itu jam sudah menunjukkan jam 8.30 malam. 

Ramen Honolu terletak di jalanan yang lumayan sepi. Sebuah lampion besar warna merah serta banner putih bertuliskan Muslim Welcome terletak depan restonya. Saya pun segera menggeser pintu resto. "Is it still open?" tanya saya. Kedua orang pekerja itu mengangguk. 

Saya dan suami duduk. Lalu kami menunggu menu disodorkan oleh pekerja resto. Tapi, menu tidak datang juga. Saya dan suami pun kasak kusuk ngomong tentang bagaimana nih cara pesannya. 

"Pencet menunya di mesin sebelah sana, mbak." Tiba-tiba si pekerja bicara bahasa Indonesia. Saya kaget. Lah orang Indonesia. Padahal tampang mereka berdua mirip banget sama orang Jepang. 


Akhirnya, kami mencet-mencet menu di sebuah mesin. Konsepnya mirip vending machine, kita masukin uang, pencet makanan yang dimau, lalu keluar deh voucher. Nah, voucher itulah yang kami serahkan pada dua mas-mas yang ternyata orang Jakarta dan Bandung itu. 


Malam itu saya pesan spicy ramen dan suami pesan spicy fried chicken ramen. Sama aja sih, bedanya punya suami pake irisan ayam goreng. Rasanya? Enaaaak bangeeet. Bener-bener seperti ramen Jepang yang saya bayangkan. Hahaha. Semangkuk besar ramen, dengan kuah pedas, irisan ayam, daun bawang serta lembaran nori langsung menghilang dalam perut. Saya dan suami sengaja, makan ramennya panas-panas, lalu menyeruputnya sampai bersuara. Hahaha, ngikutin karakter di drama juga anime Jepang yang sering kami lihat saat mereka makan ramen. 

Kata mas-masnya, Ramen Honolu yang di Osaka ini pusatnya di Tokyo. Dan yang di Osaka ini yang pusatnya ramen Halal. Kalau yang di Tokyo mah haram. Tapi mereka baru buka cabang ramen halal juga di Tokyo. Mereka buka Ramen Halal karena memang hanya pakai kaldu ayam dan sayuran untuk kuahnya. Selain turis muslim, orang Jepang sendiri suka makan di Ramen Halal Honolu ini. Soalnya kuah ayam dan sayur itu lebih segar menurut orang-orang Jepang itu. 

Saya sendiri suka banget makan di Ramen Honolu. Suasana resto yang kecil dan sempit, bikin pengunjung bisa berinteraksi dengan si pekerja yang merangkap koki itu, juga pengunjung lainnya. Ornamen-ornamen Jepang di resto itu pun bikin saya betah. Oh iya, di resto ini tersedia juga tempat solat. Lengkap dengan sarung serta mukena. 


Akhirnya, dengan perut kenyang dan hati senang, saya pun meninggalkan Ramen Honolu dan berjalan kaki menuju apartemen, sambil berharap untuk datang kembali karena rasa ramennya yang belum-belum sudah bikin kangen. 

Oh iya, pesanan saya berharga 900yen, sementara punya suami 1100yen. Nggak terlalu mahal untuk ukuran makanan di Jepang. 

Rabu, 18 Januari 2017

Gangguan Suami Saat Istri Menonton Drama Korea


Menurut survey kecil-kecilan yang saya iseng lakukan, cewek senang menonton drama Korea (juga Jepang) karena beberapa sebab. Alasan yang paling banyak disebut adalah karena pemainnya cantik dan ganteng-ganteng. Alasan selanjutnya adalah ceritanya yang seru, lucu dan mengharu biru. 

Nah, jadi kebayang kan, betapa resahnya kami para istri, saat sedang menonton drama Korea (juga Jepang) favorit, lalu diganggu oleh suami. Gangguannya sepele sih, tapi asli, bikin kzl.

  1. Tertawa ngikik saat menonton adegan lucu kadang suka berubah jadi cemberut saat suami bertanya, "Kenapa? Apanya yang lucu?" Ish...harusnya kan, setelah tertawa ngikik itu saya lanjut ketawa cekikikan atau malah jadi ngakak. Tapi, karena suami nanya apanya yang lucu, jadi deh, harus menjelaskan adegan yang menurut saya lucu itu. Tapi menurut suami nggak, karena raut mukanya biasa saja. Duh, jadi nyesel cerita.
  2. Adegan yang tayang di tipi sangat romantis. Setting di pantai, dengan matahari terbenam dan pasangan favorit saya di drama itu akhirnya ciuman. Nggak sadar, saya tersenyum sendiri. Tiba-tiba ada celetukan, "Ih Ayang, nonton film ciuman." Senyuman yang mengembang langsung hilang, digantikan dengan lemparan bantal (yang banyak) ke arah suami.
  3. Sakit kanker parah yang diderita si pemeran cewek membuatnya koma. Saat terkapar di rumah sakit, si aktor tetap setia menunggu. Bahkan sampai si cewek meninggal. Sedih banget. Air mata pun nggak sengaja tumpah. Huhuhu. Tangan pun langsung sigap meraih kotak tissue yang biasanya ada di dekat meja, sambil mata tetap menatap teve. Tapi, kok, kotak tissue nggak ada, sih? Saya terpaksa melepaskan pandangan dari teve, dan mendapati suami lagi nyengir sambil megang kotak tissue. *pasang emoticon muka datar sebanyak mungkin*

Ternyata hanya tiga gangguan itu yang saya ingat, saya dapatkan, saat menonton drama favorit dari suami. Saya tahu kok, dia hanya iseng melakukan itu (plus mencari perhatian). Yang pasti sih, nonton drama favorit, sebaiknya memang dilakukan saat sendirian. Karena rasanya tuh, lebih gimanaaaa gitu. Hihihi

Foto: tvN

Selasa, 17 Januari 2017

Dilarang Pakai Hijab di Universal Studio Jepang?


Nggak kok, nggak dilarang sama sekali. Tapi, saat mau naik salah satu wahana saya memang sempat dilarang naik, karena saya pakai hijab.

Jadi, ceritanya begini. Saya saat itu mau naik Flight of Hippogriff di Universal Studio Japan. Wahananya sih, kayak roller coaster gitu, tapi lebih kecil dan pendek lintasannya. Saat saya antri, seorang petugasnya, seorang pegawai cewek Jepang, bertanya, “Are you cold?” Saya bilang iya, saya kedinginan. Saat itu udara Osaka memang sedang dingin.

Itu lintasan Flight of Hippogriff


Lalu, dengan bahasa Inggris terbata-bata dia bilang, “You have to remove,” katanya sambil memperagakan gaya melepas hijab. Saya menggeleng dan bilang bahwa ini bagian dari baju saya, saya nggak mungkin membukanya. Dia pun menggeleng-geleng terus.

Lalu dia menghilang, dan tiba-tiba saya dihampiri seorang cowok. Ternyata dia adalah petugas yang bisa bahasa Inggris. Dia pun menjelaskan bahwa saya nggak bisa naik wahana tersebut, karena mereka takut, hijab saya lepas, terbang dan menganggu jalannya wahana tersebut.

Saya bilang, saya nggak mungkin melepas hijab saya. Lalu dia bertanya apakah saya keberatan kalau pakai klip. Ternyata, larangan itu diakibatkan karena Jepang memang negara yang sangat menjaga keamanan. Karena bila hijab saya lepas, bukan hanya menggangu jalannya wahana, tapi juga keselamatan para penumpangnya.
Petugas yang masangin klip ke hijab saya



Saya pun akhirnya naik wahana tersebut dengan ujung hijab yang saya ikat kuat-kuat di leher, serta klip yang dia pasangkan sebelum saya naik. 

Jadi, sama sekali nggak ada larangan ya, pakai hijab yaa di USJ :)

Makan Yakiniku Halal di Gyumon, Tokyo


Sebelum pergi ke Jepang, saya dan suami punya daftar panjang tentang makanan apa yang harus dicoba di Jepang. Makan Yakiniku di warung Jepang yang tradisional ada di urutan kedua setelah makan ramen.

Karena itu, saat pindah hotel ke Shibuya, kami pun memutuskan untuk makan malam di Gyumon (Halal Japanese BBQ Restaurant), itu nama lengkap restonya saat saya browsing. Kami saat itu baru pulang dari bertamu ke rumahnya Fujiko F Fujio, si pencipta Doraemon di Kawasaki.

Untuk menuju Gyumon, kami turun di Stasiun Shibuya, berjalan kaki sebentar kami sudah sampai di Gyumon yang letaknya sedikit masuk ke gang. Tampak depan, resto Gyumon seperti resto di Jepang pada umumnya, dengan lampion menyala dan papan menu. Ada juga papan tulis dengan tulisan Jepang yang mungkin isinya merupakan menu of the day. Itu juga mungkin sih, soalnya saya nggak bisa bahasa Jepang :D



Kami masuk ke dalam. Seorang cowok Jepang menyapa kami dalam bahasa Jepang. Saya mengacungkan dua jari, menandakan bahwa saya datang berdua. Dia langsung menunjuk ke atas, dan meminta kami naik. Sebelum naik, cowok itu meminta kami membuka sepatu. Saya membuka sepatu saya, dan langsung saya simpan di bawah tangga.

Sampai di atas, ada tiga ruangan makan, masing-masing ruangan memiliki tungku dengan pengisap udara. Kami pun duduk lesehan, saya melihat ada gantungan baju di sudut, saya pun menggantungkan jaket saya di situ. Saat di resto Jepang, setiap melihat gantungan baju, saya pasti menggantungkan jaket saya. Semata-mata, biar kayak orang Jepang aja. Hihihi

Kami pun diberi menu. Dan memilih menu paket. Setelah memesan, saya memperhatikan desain ruangan yang terasa jadul. Ada beberapa poster dengan gambar cewek Jepang pakai kimono yang saya rasa diambil dari tahun 1990-an. Di sudut ruangan, kertas pelapis dinding sudah terkelupas. Anehnya, saya tidak merasa terganggu melihatnya, saya malah merasa homey. 

Pesanan kami datang. Berupa potongan daging ayam, potongan daging sapi, semangkuk salad, semangkuk nasi dan minuman (ada dua pilihan: orange juice dan ocha). Sebelumnya, seorang pekerja resto datang membawa arang yang sudah kemerahan untuk dimasukan dalam tungku, lalu tungku ditutup dengan kawat, dan disitulah kami membakar daging pesanan kami. 

Malam itu kami jadi chef. Membakar daging di atas tungku, dan memperhatikannya masak serta mendengarkan desisan daging terbakar ternyata bisa sangat menyenangkan. 

Duduk dekat tungku menyala, udara dingin Tokyo malam itu, langsung menghilang. Kami benar-benar lahap makan yakiniku. Sampai-sampai, kami menambah nasi putih satu porsi karena dagingnya masih ada. Hahaha…Indonesia sekali ya.  

Saya perhatikan beberapa tamu yang datang ke Gyumon adalah turis muslim, tapi banyak juga beberapa orang Jepang asli yang dengan asyik mengobrol sambil membakar daging.

Saya puas banget makan di Gyumon, menurut saya rasa, suasana dan desainnya otentik banget. Tetap puas meski malam itu, kami menghabiskan 7500 yen (1yen = Rp.125) untuk makan malam :D


Gyumon (Halal Japanese BBQ Restaurant) 
 3-14-5 Shibuya, Tokyo 150-0002, Japan 

Minggu, 15 Januari 2017

Bakso Enak di Bogor yang Bikin Ketagihan


Yang namanya warung bakso, pasti ada deh di setiap belokan di kota-kota di Indonesia. Tapi, khusus untuk bakso di Kota Bogor, kota tempat saya tinggal, ada 4 warung bakso yang bikin saya pengin balik lagi, dan lagi. Jadi, ini dia, 4 warung bakso favorit saya di Bogor, yang bikin saya ketagihan.

Bakso Pak Jangkung 
Saya lagi ketagihan banget makan Bakso Pak De Jangkung ini. Yang bikin ketagihan, tidak lain dan tidak bukan gorengan tahu kering dan paru goreng yang crunchy banget saat digigit. Dimakan sama bakso daging, toge, mie kuning yang disiram dengan kuah panas, bikin hari-hari penuh kesuraman seakan berubah menjadi terang. Hahaha. Lebay ya? Tapi beneran deh, saya suka banget sama bakso pak de yang mengawali jualannya dengan berkeliling sambil mendorong gerobak bakso. Warung Bakso Pak De Jangkung yang terletak di Jalan Sancang ini juga dibuat modern, dan tidak terlihat seperti warung bakso tradisional. Grafiti di dinding dengan warna ceria, bikin saya serasa lagi nongkrong di cafe, bukannya di warung bakso.


Bakso PMI
Sepengetahuan saya, bakso PMI ini adalah warung bakso dengan banyak cabang di Bogor. Wajar sih, warungnya banyak. Soalnya, rasa baksonya yang enak bikin pengunjung banyak berdatangan. Nah, mungkin biar semua pengunjung bisa merasakan enaknya Bakso PMI, maka dibuatlah cabangnya dimana-mana. Bakso PMI terkenal dengan bakso besarnya yang saat dibelah akan terlihat potongan daging cincang yang menggiurkan. Rasanya nggak enek dan lebih ringan dibanding bakso-bakso sejenis yang memiliki isian daging. Biasanya, saat semangkok Bakso PMI datang, saya akan menghabiskan dulu mie kuningnya, lalu membelah bakso besarnya, baru deh saya masukkan kerupuk kulit yang dijual terpisah. Nyam...enaaaak. 

Bakso besarnya, pesan dua yaaa :D


Bakso Boboho
Kalau makan Bakso Boboho , biasanya saya akan pesan Yamin Bakso. Soalnya, mie yaminnya itu enak. Ala-ala mie yamin Solo gitu yang manis gurih. Nah, perpaduan manis mie yamin dengan semangkok bakso yang gurih menurut saya paaas banget. Rasanya berimbang gitu. Bakso urat, bakso daging dan tetelan kering yang ada di mangkok bakso bikin saya ketagihan untuk datang lagi ke bakso boboho. Tapi, akhir-akhir ini saya jarang nih makan di Bakso Boboho, alasannya bukan karena rasanya yang berubah jadi nggak enak, tapi tempat untuk parkir mobil susah banget. 

Bakso Seuseupan
Tipikal bakso seuseupan sama dengan bakso boboho, yaitu bakso dengan tambahan tetelan kering. Tapi, entah kenapa, bakso seuseupan terasa lebih ringan rasanya dibanding bakso boboho. Lebih seger gitu deh. Saking ringannya bakso seuseupan, kakak saya sih, suka bawa nasi kalau makan nasi ini. Jadi bakso itu selayaknya lauk nasi gitu. "Soalnya kuahnya enak, kayak makan sayur sop." Itu alesannya. Kalau saya sih suka sambelnya. Warnanya hijau dan berasa banget cabenya. Masukkan dua sendok sambel, maka semangkok bakso seuseupan pun terasa tambah segar.

Kamis, 12 Januari 2017

Sholat Jumat di Masjid Kobe Jepang




Dalam liburan ke Jepang bulan November - Desember 2016 lalu, saya dan suami ketemu dua hari Jumat. Jumat pertama suami nggak solat Jumat karena kami kesulitan menemukan lokasi masjid. Makanya di minggu kedua, kami berdua niat banget untuk mencari masjid biar suami bisa merasakan solat Jumat di Jepang :D
Akhirnya, pagi itu kami berangkat dari Osaka menuju Kobe dengan kereta ekspres. Turun di stasiun Motomachi, Kobe kami memutuskan untuk jalan-jalan dulu melihat-lihat kota yang terkenal dengan daging sapinya ini. Kebetulan, jam masih menunjukkan jam 10.30. Sambil melihat-lihat kota Kobe yang merupakan kota pelabuhan itu, nggak sengaja kami melihat sebuah toko yang menjual makanan Halal. Iseng, kami pun masuk. Ternyata, toko yang namanya Nakhlistan Halal Shop ini adalah gabungan toko dan restoran. Menurut seorang wanita Jepang setengah baya yang merupakan penjaga toko, restorannya akan dibuka setelah Solat Jumat. 
Jadi, saya dan suami pun melihat2 sekeliling toko. Pandangan langsung menuju pada deretan mie instan, dengan merek yang saya kenal betul. Indomie dan Mie Sedap. Saya pun langsung nyengir dan mengambil Indomie goreng. Ceritanya buat ngobatin kangen :D Di Jepang harga indomie sekitar 80yen, kalau dirupiahkan sekitar Rp.9ribu. Saya jadi nyesel kenapa hanya membawa dua bungkus Indomie saja dalam perjalanan kali ini. 
Nggak hanya mie instan, beberapa produk Indonesia juga dijual di sini. Kecap Bango, Saos Sambal ABC sampai kerupuk udang juga ada di toko ini. 
Saat membayar mie instan, saya bertanya tentang pemilik toko ini. Ternyata, menurut sang penjaga toko, istri yang punya toko adalah orang Indonesia. Hmmm...pantas.
Sepanjang jalan menuju Masjid, banyak banget resto yang menjual makanan Halal. Kebanyakan sih, makanan Melayu atau India yang dijual. Tapi, karena masih pagi, restoran-restoran ini masih tutup.
Akhirnya kami melihat Masjid Kobe. Bangunan khas Timur Tengah dengan bentuk bulan sabit di puncak menaranya ini langsung terlihat dari kejauhan. Saat itu jam sudah menunjukkan jam 12 siang, sudah masuk waktu solat zuhur. Tapi menurut penjaga, Solat Jumat akan dilangsungkan jam 1 siang. Maka, saya pun masuk ke bagian wanita yang letaknya di atas, dan solat di bagian itu bersama beberapa wanita dari Malaysia. 


                                 Tempat wudhu dengan tempat duduk dan disediakan sandal


Setelah saya solat, saya memutuskan untuk menunggu di depan masjid. Beberapa pengunjung mulai berdatangan. Saya senang memperhatikan pria-pria dari berbagai bangsa kompak berjalan menuju Masjid Kobe untuk beribadah. Saya juga bertemu dengan serombongan mahasiswa Indonesia yang selalu meluangkan waktu mereka setiap Jumat untuk Solat di Masjid Kobe. 

Soal solat jumatnya sendiri, kata suami, kutbah dilakukan dalam bahasa Inggris dan bahasannya seputar berbuat kebaikan.

Menurut artikel-artikel yang saya browsing, Masjid Kobe adalah masjid pertama di Jepang yang berdiri pada tahun 1935. Saat Perang Dunia 2, Kobe hancur oleh bom, namun Masjid Kobe tetap berdiri dengan megah. Hanya beberapa retakan di dinding dan kaca-kaca jendela pecah. Kemudian, pada tahun 1995, Kobe kembali hancur karena gempa bumi besar, dan lagi-lagi, Masjid Kobe tetap berdiri kokoh. 





Minggu, 08 Januari 2017

6 Tempat Wajib Kunjung Saat Berakhir Pekan di Dieng





Tiba-tiba saja saya dan suami pengin jalan-jalan. Tapi, berhubung jatah cuti sudah habis, maka kami memutuskan untuk jalan-jalan ke tempat yang dekat saja. Dieng pun jadi pilihan. Maka, di hari Jum'at malam kami naik kereta ke Purwokerto. Sampai di Purwokerto jam 5 subuh. Di Purwokerto kami dijemput sama Pak Slamet, rental mobil yang sudah kami pesan seminggu sebelumnya. Dari situ, lanjut deh ke Wonosobo yang menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam. Akhir pekan itu kami puas main di Dieng, dan Minggu sore kami sudah berada di stasiun kereta Purwokerto, kembali menuju Jakarta. Bisa jalan-jalan, tanpa mengambil waktu cuti itu adalah anugerah. Hehehe. Dan, inilah dia 6 tempat yang wajib dikunjungi, saat berakhir pekan di Dieng.  

  1. Telaga Menjer
Di daerah wisata Dieng ada sekitar lima telaga indah yang wajib dikunjungi. Telaga Menjer adalah salah satunya. Telaga yang letaknya paling dekat dengan Kabupaten Wonosobo ini, memanjakan pengunjung dengan pemandangan hamparan biru air telaga yang berpadu dengan hijaunya bukit-bukit yang mengelilingi telaga. Aktivitas utama yang bisa dilakukan di telaga ini adalah naik perahu mengelilingi telaga dengan membayar Rp.10.000,- per orang. Tapi, bagi yang takut air, duduk melamun di pinggiran telaga merupakan aktivitas yang asyik untuk dilakukan. Pemandangan cantik, plus angin semilir akan menemani aktivitas ini.


  1. Telaga Warna
Siap-siap untuk mencium bau kurang enak saat mengunjungi Telaga Warna. Hal itu dikarenakan air di Telaga Warna mengandung sulfur yang cukup tinggi. Itu juga yang menyebabkan, warna di telaga ini bisa berubah-ubah. Terkadang berwarna hijau, biru, ungu juga kuning. Selain berfoto di berbagai spot cantik di telaga ini, kita bisa juga main flying fox. Tapi, tidak disarankan buat  yang takut ketinggian!
           
  1. Candi Arjuna
Meskipun banyak dataran tinggi di Indonesia, tapi suasana di dataran tinggi Dieng lebih istimewa. Mungkin karena Dieng menyimpan jejak sejarah. Di Dieng yang terletak di wilayah Wonosobo dan Banjarnegara, Jawa Tengah, terdapat candi-candi yang berusia lebih dari seribu tahun. Candi-candi ini termasuk salah satu candi Hindu tertua di Jawa dan disebut Kompleks Candi Arjuna.  
Banyak spot foto menarik di kompleks Candi Arjuna ini. Bangunan candi kuno yang berpadu dengan langit biru adalah pemandangan yang sangat indah. Ada juga orang-orang yang sengaja berdandan seperti tokoh pewayangan agar lebih merasakan suasana kuno dari candi ini.

  1. Kawah Sikidang
Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu kawasan yang memiliki kawah terbanyak di Indonesia, salah satunya adalah Kawah Sikidang. Menuju Kawah Sikidang, pengunjung harus melewati bukit berkapur. Dalam perjalanan, banyak lubang-lubang kecil yang mengeluarkan air panas. Uap kawahnya terlihat seperti melompat-lompat dari lubang kecil yang satu ke lubang lainnya. Mungkin itu sebabnya, kawah ini disebut Sikidang yang berarti kijang, yang suka melompat-lompat. Semakin ke atas bukit berkapur, terdapat sebuah kolam besar dengan air berwarna abu-abu, menggelegak dan mengeluarkan asap tebal. Di sekeliling kolam terdapat pagar dari bambu, agar pengunjung tidak berada terlalu dekat dengan kolam yang sangat panas. Saking panasnya bila kita memasukan telur mentah, hanya dalam waktu 2 menit saja, telur tersebut akan matang.

5. Bukit Sikunir
Melihat sunrise di Bukit Sikunir adalah primadonanya wisata Dieng. Bukit Sikunir bisa diakses dari Desa Sembungan yang merupakan desa tertinggi di Pulau Jawa. Dari desa itulah, pengunjung mendaki menuju Sikunir. Jalanan trekking menuju Sikunir berupa tangga-tangga yang terbentuk dari batu dan tanah, membuat saya, yang bukan pecinta gunung pun bisa naik lebih mudah saat mendaki bukit. Sampai di puncak, kelap-kelip bintang bertaburan di langit malam seakan menyambut semua pengunjung. Yang segera digantikan dengan semburat warna oranye, menandakan matahari mulai mengintip dari balik Gunung Sindoro yang berada di depan Bukit Sikunir. Semakin tinggi matahari naik, semakin cantik pula pemandangan dari puncak Sikunir.

6. d-Qiano Water Park
Lelah dan pegal setelah mendaki Bukit Sikunir langsung hilang saat saya mengunjungi water park tertinggi di Pulau Jawa ini. Sama seperti water park pada umumnya, di d-Qiano kita bisa main air sepuasnya dengan fasilitas seperti seluncuran sampai ember tumpah. Tapi, yang bikin beda, di water park ini pengunjung bisa bermain dengan air hangat. Nggak hanya kolam untuk bermain, di water park ini juga ada kolam rendam dengan pancuran yang bisa memijat punggung. 
 
Berendam di kolam air dengan panas 42 derajat celcius yang dikelilingi bukit hijau dan langit biru serta kabut yang sesekali lewat. Nikmat!







Sabtu, 07 Januari 2017

5 Hal ini Pernah Kejadian Saat (Saya) Wawancara Artis

Jadi wartawan hiburan selama kurang lebih sebelas tahun bikin saya bertemu dan mewawancarai banyak penyanyi juga bintang film. Dan, itu merupakan pengalaman yang sangat menyenangkan dan tidak terlupakan. 5 hal ini merupakan beberapa hal yang terjadi saat saya melakukan proses wawancara.

  1. Bangun Subuh atau Terjaga di Malam Hari
Namanya juga artis yang punya jadwal padat, jadi wawancara sama mereka bisa saja dilakukan di jam yang nggak etis. FYI, jam kerja saya sebagai wartawan adalah dari jam 9 sampai jam 6. Tapi, artis-artis itu kadang-kadang nggak bisa ditemui di jam tersebut. Jadilah, saya harus bersiap untuk wawancara Shireen Sungkar jam 1 malam di lokasi syuting.
Atau, karena perbedaan waktu, saat harus wawancara lewat sambungan telepon dengan artis yang berdomisili di Amerika Serikat atau Inggris, saya harus siap pagi-pagi buta untuk wawancara mereka.
Saya pernah wawancara Hayden Panettiere di jam 6 pagi. Biar jelas, saya melakukan wawancara di teras rumah. Telepon saya pasang di program speaker, karena saya butuh merekam wawancara tersebut. Di tengah-tengah wawancara, ada abang bubur lewat depan rumah. “Bubur…bubuuuur ayam.”
Dan Hayden pun bertanya, “What’s that? What’s your question?
Untung, waktu itu penjual tahu bulat yang menggoreng tahunya di atas mobil bak belum ngetrend. Kalau iya, saya pasti bingung harus menjelaskannya.
  1. Main Petak Umpet
Waktu itu saya memiliki janji untuk mewawancarai Ariel “Noah”. Janji tersebut berlangsung, sehari setelah video dewasa miliknya beredar luas. Saya diwanti-wanti oleh pihak label rekaman, untuk tidak bertanya apapun tentang video tersebut, dan hanya bertanya mengenai musik dan album terbarunya.
Ternyata, untuk menuju tempat wawancara, saya harus disembunyikan. Waktu itu, kami janjian di kantor label rekaman. Ternyata, di sana sudah banyak wartawan infotainment. Tempat wawancara pun dialihkan.
Untuk menuju tempat baru, saya pun dipaksa naik mobil milik label rekaman. Sementara mobil kantor yang tadi mengantar saya ditinggal. Nggak hanya itu, beberapa wartawan infotainment, ternyata melihat saya. Mereka pun menelepon saya.
“Kamu mau wawancara Ariel ya?” tanya mereka.
“Nggak, saya mau pulang ke rumah. Tadi hanya ambil bahan berita,” jawab saya mengelak dengan sangat deg-degan. Untungnya mereka percaya.
Akhirnya saya sampai tempat wawancara, dan melakukan wawancara sambil deg-degan. Takut salah tanya.
  1. Dipuji Artisnya
“Mbak, lipstiknya bagus deh, apa sih merknya?” tanya Rianty Cartwright pada saya. Dia bertanya itu di tengah sesi wawancara, yang seharusnya saya lah yang bertanya. Saya pun menjawab bahwa lipstick saya merk bla bla, dan Rianty pun bertanya tentang nomer seri lipstick saya. Karena saya lupa, jadi saya pun mengeluarkan lipstick tersebut, dan kamipun jadi membahas jenis-jenis lipstick.
Sebelumnya beberapa kali, saya pernah dipuji oleh artis yang sedang di wawancara. Kali itu oleh personel Boyzone, Shane Lynch. Saat itu, saya sedang mempersiapkan diri untuk memotret mereka, dari ujung mata saya bisa melihat bahwa Shane memperhatikan saya. Saya pun menoleh dan dia tersenyum. “I like your glasses,” katanya. Saya tersenyum dan menjawab “Thank you”. Tapi, saat sesi wawancara berakhir, Shane menghampiri saya dan bilang, “Seriously. I really like your glasses.” Saya pun kembali menjawab “Thank You”. Sebenarnya, saya ingin memberikan kacamata itu padanya sebagai kenang-kenangan, tapi, itu kacamata minus, dan saya tidak bisa melihat jelas bila kacamata itu berpindah tangan pada Shane.
  1. (Merasa) Ditertawakan
Kejadian ini terjadi saat saya mewawancarai salah satu boyband dari Korea Selatan. Waktu itu, mereka sedang beken-bekennya. Penjagaan untuk bertemu mereka di ruang wawancara pun sulit bukan main. Fans ada di mana-mana, di sekeliling hotel tempat mereka menginap.
Karena saya tidak bisa bahasa Korea, dan mereka tidak bisa berbahasa Indonesia juga Inggris, maka wawancara pun ditemani penerjemah. Awalnya wawancara berjalan lancar. Saya bertanya dengan bahasa Indonesia, penerjemah menerjemahkan ke bahasa Korea, boyband itu menjawab dengan bahasa Korea dan penerjemah menerjemahkannya kembali untuk saya.
Kondisi wawancara mulai sedikit tidak enak, saat mereka mulai tertawa-tawa. Saya yang tidak mengerti, merasa ditertawakan. Wajar sih, saya merasa seperti itu, habis mereka menjawab sambil menunjuk-nunjuk saya. #KZL
  1. Starstruck
Ih, ini sih sering banget terjadi. Saya sering starstruck saat wawancara artis yang memang saya idolakan. Saya pernah wawancara Mika, dan tangan serta suara saya bergetar saat bertanya. Lalu saya starstruck saat mewawancara Armand Maulana dan Duta “Sheila on 7” yang saya idolakan saat remaja. Senangnya, saya akhirnya mengatakan pada mereka, bahwa saya mengidolakan mereka. Biasanya, reaksi pertama mereka bilang terima kasih dan, “Sekarang, saya masih idola kamu nggak?”
Starstruck terjadi, selain karena sang artis idola saya, kadang juga karena mereka sangat baik saat wawancara berlangsung. Saya nggak akan pernah lupa, wawancara saya lewat sambungan telepon dengan Liam Payne, personel One Direction. Setelah saya mengucap halo, dengan ramah Liam langsung menyapa, bertanya kabar saya dan bertanya tentang Indonesia dengan logat Inggrisnya yang seksi. *Blushing*
FYI sih, biasanya artis, jarang berbasa-basi bertanya tentang kabar sang wartawan, jadi wajar dong kalau saya senang. 



 Ini foto saya, lho yang kesekian kalinya dengan Armand Maulana.

Bersepeda Mengelilingi Rottnest Island, Perth


Sekitar setahun yang lalu, di musim semi yang indah, saya mengunjungi Rottnest Island yang terletak di bagian barat Australia. Untuk mencapai pulau kecil ini, saya naik kapal feri yang berangkat dari Perth, Australia. Sekitar dua jam perjalanan, saya pun sampai di pulau yang sering diebut Rotto ini.

Ambil Peta dan Air Minum
            Untuk sewa sepeda kita bisa menyewanya di pulau, atau menyewa sekaligus dengan tiket kapal feri. Saya memutuskan untuk menyewa sekaligus dengan tiket kapal feri (menghabiskan sekitar Rp.1juta), maka saat sampai di pulau, saya langsung mengambil sepeda yang diberikan oleh kru kapal feri.
            Tujuan pertama adalah mengunjungi visitor center untuk mendapatkan informasi tentang apa yang wajib dilihat di Rotto. Petugas yang baik di visitor center memberikan beberapa alternatif tentang jalur yang bisa saya tempuh. Ada jalur yang jauh, ada juga yang dekat. Masing-masing jalur memiliki tempat yang sama bagusnya untuk dikunjungi.
            Petugas tersebut juga memberikan beberapa saran ketika saya hendak memulai perjalanan. Salah satu sarannya adalah membawa air minum. Ia pun memberikan saya peta agar tidak tersesat saat bersepeda mengelilingi pulau.

Menuju Mercusuar
            Setelah mengisi air minum dan membeli sandwich sebagai pengganjal perut, saya pun langsung menuju Mercusuar Bathurst. Ternyata, menuju mercusuar adalah hal yang sulit. Berkali-kali saya melihat mercusuar tersebut, tapi entah kenapa, tidak pernah sampai.
            Ternyata, saya senang bisa tersesat. Karena bisa melihat hamparan pasir putih dan langit biru yang terdapat di sekitar Rotto. Karena tersesat pula, saya bisa melihat Quokka, binatang khas Rotto yang lucu dan menggemaskan.

Karena Quokka
            Quokka adalah binatang berkantung yang senang melompat-lompat seperti kangguru dengan kedua kaki depan lebih pendek dibanding kaki belakangnya, tapi bentuknya lebih kecil. Bila dilihat lebih jelas, Quokka terlihat seperti tikus tapi bentuknya lebih besar.
            Quokka hanya hidup di Rotto. Karena Quokka pula, pulau yang dihuni oleh sekitar 100 orang ini dinamakan Rottness. Pada tahun 1698, seorang kapten pelaut  bernama Willem de Vlamingh menemukan pulau yang diisi oleh banyak Quokka. Bentuk Quokka yang seperti tikus membuat Willem menamakan Rotto “sarang tikus” atau “Rat’s Nest” dalam bahasa Inggris. Dari “Rat’s Nest” inilah kata “Rottness” muncul.
Gampang banget, kalau mau melihat Quokka di Rotto, karena binatang ini berkeliaran secara bebas. Bahkan mereka tidak malu-malu menghampiri. Tapi, ingat ya, jangan memberi Quokka makanan. Demi terjaganya kelestarian Quokka.


Menikmati Mercusuar Bathrust
             Akhirnya setelah berputar-putar dan berfoto di beberapa spot keren, saya pun menemukan Mercusuar Bathrust. Di Rotto sebenarnya ada dua mercusuar, tapi Mercusuar Wadjemup jaraknya terlalu jauh untuk ditempuh.
            Setelah memarkir sepeda di tempat khusus untuk sepeda, saya pun menaiki tangga Mercusuar yang terletak di sebelah utara Pulau Rottnest ini. Mercusuar yang memiliki tinggi sekitar 19.2 meter ini dibangun di atas batu-batu karang berwarna putih. Membuat mercusuar yang aktif sejak tahun 1900 ini terlihat makin kokoh.
            Sayang sekali saat saya kesana, pintu masuk ke dalam mercusuar tertutup. Pengunjung memang tidak bisa bebas memasuki mercusuar yang masih berfungsi sebagai tanda agar kapal-kapal yang hendak menuju Pulau Rottnest tidak terdampar. 




Air Laut Dingin
            Meski tidak bisa masuk ke dalam mercusuar, saya puas melihat pemandangan indah yang terhampar di bawah mercusuar. Pasir putih, laut dan langit biru benar-benar merupakan pemandangan indah yang harus dinikmati.
            Birunya air laut membuat saya penasaran untuk mencelupkan kaki ke dalam air laut. Ternyata, air lautnya dingiiiin. Berbeda dengan air laut hangat yang biasa kita jumpai di Indonesia. Padahal, saat itu, Rotto benar-benar sedang dilimpahi matahari yang terik. Tapi air lautnya tetap dingin.

Bisa Snorkelling Juga
            Pulau Rottnest diduga “berpisah” dengan dataran yang lebih besar (yang sekarang menjadi kota Perth) sekitar 7000 tahun yang lalu. Pulau ini dikelilingi limestone, sejenis bebatuan putih yang “menyangga” pulau cantik ini.
            Karena limestone pula, banyak tumbuhan laut dan binatang yang tumbuh di sekitarnya. Tumbuhan laut dan ikan hias berkembang biak dengan subur di sekitar perairan Rotto dengan sangat cantik.
            Kecantikan inilah yang membuat para pengunjung melakukan snorkelling saat mengunjungi Rotto. Best spot snorkelling di Rotto terletak di Little Salmon Bay, yang terletak di bagian timur pulau. Air tenang dan jernih serta batu-batu coral dan ikan hias berwarna-warni lah yang membuat Little Salmon Bay menjadi lokasi favorit menyelam.    

Bangunan Bersejarah
            Sejak tahun 1829, Rotto sering dipakai untuk keperluan militer oleh pemerintah kolonial Inggris. Nggak heran kalau banyak bangunan lama yang terletak di Rotto.
            Saat bersepeda mengelilingi pulau, saya melihat ada penjara, gereja dan beberapa bangunan dengan nuansa kolonial. Pecinta sejarah akan sangat senang melihat-lihat bangunan tua yang masih dijaga keasliannya ini

Tip Menikmati Rotto:
  1. Setiap hari ada kapal Feri yang berangkat dari Perth ke Rotto. Bila kamu ingin bersepeda dan snorkelling di Rotto akan lebih murah bila kamu membeli secara paket daripada membelinya di pulau.
  2. Tidak usah membawa bekal makanan saat pergi ke Rotto. Karena di sana ada restoran juga supermarket yang menyediakan makanan bila kamu merasa lapar.
  3. Pergi ke Rotto di hari Selasa akan lebih murah. Karena perusahaan feri biasanya mendiskon harga sampai 50%.
  4. Dengan kondisi cuaca di Australia yang sering berubah-ubah, selalu cek ramalan cuaca dulu saat hendak pergi ke Rotto.
  5. Pakailah baju yang nyaman. Meski matahari panas menyengat, tapi angin yang berembus sangat dingin. Bawa syal untuk menahan angin dingin, dibalik baju pantai kamu.